Sabtu, 29 Januari 2011

BATIK DAERAH PEKALONGAN




Batik dari daerah Pekalongan termasuk batik pesisir yang paling kaya akan warna. Sebagaimana cirri khas batik pesisir, ragam hiasnya bersifat naturalis. Dari sekian batik pesisir, batik dari daerah Pekalongan inilah yang sangat dipengaruhi selera serta gaya para pendatang keturunan Cina dan Belanda. Sebagian dari para pendatang ini menggunakan batik sebagai busana sehari-hari dan kebutuhan lain-lainnya seperti Tokwi ( alas meja sembahyang masyarakat Cina ), selendang dan sebagainya.
Menurut gaya dan seleranya, serta dilihat dari segi ragam hiasnyamaupun tata warnanya, batik daerah Pekalongan dapat digolongkan dalam 3 golongan :
  1. Batik Encim, yang dikenal dengan tatawarna khas Cina, dan sering mengingatkan pada benda-benda porselin Cina. Batik encim Pekalongan tampaknya condong pada tata warna porselin famille rose, famille verte dan sebagainya. Ragam hiasnya bisa digolongkan atas tiga jenis ragam hias :
1.     Ragam hias buketan, yang biasa memiliki tata warna famille rose,  famille verte dan sebagainya.
2.     Ragam hias simbolis kebudayaan cina, dengan motif seperti burung hong ( kebahagiaan ), naga ( kesiagaan ), banji ( kehidupan abadi ), kilin ( kekuasaan ), kupu-kupu dan beberapa lagi.
3.     Ragam hias yang bercorak lukisan, seperti arakan pengantin Cina. Ada pula ragam hias yang diilhami cerita / dongengan berasal dari kebudayaan Cina. Batik Sam Pek Eng Tay misalnya secara simbolis menggambarkan sepasang kupu-kupu, yang mengisahkan cinta antara dua orang kekasih yang berlainan status, dan cinta mereka yang murni ini ditentang oleh kedua orang tua masing-masing. Kedua kekasih ini akhirnya menempuh jalan untuk mati bersama dan memohon untuk dikuburkan dalam satu liang kubur. Setelah mereka dikuburkan bersama, mereka menjelma menjadi kupu-kupu dan terbang bercumbu-cumbuan dengan penuh kasih saying. Itulah sebabnya pada batik encim ini terlukis sepasang kupu-kupu yang merupakan lambing pernikahan yang bahagia dalam kebudayan Cina.
Kadang-kadang kita menemukan ragam hias parang, kawung, sawat, atau lar yang menunjukan adanya pengaruh dari daerah Solo – Yogya. Pengaruh ini dapat dijumpai pada batik encim, antara lain pada cempaka mulya yang merupakan kain batik untuk pengantin Cina-dapat dilihat berbagai ragam hias parang sebagai latar. Yang sangat menarik dan merupakan kekhasan pula adalah ragam hias tanahan (latar) batik encim dari daerah Pekalongan yang dinamakan Semarangan. Yang termasuk ragam hias Semarangan antara lain kembang cengkeh, grindilan, dan semacamnya.
Juragan cina yang terkenal didaerah antara lain The Tie Siet, Oey Kok Singh dan Oey Soe Tjoen dari Kedungwuni.
  1. Kain batik Pekalongan yang bergaya dan berselerakan Belanda, antara lain batik dari juragan batik E. van Zuylen, Metz, Yans dan beberapa nama lagi. Namun yang sangat terkenal adalah batik Van Zuylen.
Kebanyakan batik yang bergaya belanda ini umumnya merupakan kainsarung. Mungkin hal ini dikarenakan kain sarung lebih mudah pemakainnya bagi kaum pendatang. Dalam kelompok batik ini terlihat ragam hias buketan yang biasanya terdiri dari flora yang tumbuh dinegeri Belanda seperti bunga krisan, buah anggur, dan rangkaian bunga Eropa. Dikenal juga batik dengan ragam hias kartu bridge, yang merupakan permainan kartu dari kalangan Barat. Juga terdapat ragam hias berupa lambang bagi Masyarakat Eropa seperti cupido (lambang cinta), tapak kuda dan klaverblad (lambang pembawa keberuntungan). Tidak ketinggalan pula ragam hias yang didasarkan atas cerita   dongengan barat seperti putrid salju, si topi merah, dan Cinderella. Sedangkan yang dinamakan ragam hias kompeni ( dari Verenidge Oost-Indische Compagnie) adalah ragam hias berupa lukisan barisan serdadu dan benteng Belanda.
  1. Disamping batik yang bergaya Cina dan Belanda ini ada pula batik yang berselerakan pribumi. Batik bergaya pribumi ini umunya sangat cerah dan meriah dalam tata warnanya. Tak jarang pada sehelai kain batik dijumpai 8 warna yang sangat berani, tetapi sangat menakjubkan serta secara keseluruhan sangat menarik. Ragam hiasnya sangat bebas, meskipun disini banyak terlihat ragam hias tradisional dari Solo-Yogya seperti ragam hias lar,parang,meru dan lain-lain yang telah mengalami sedikit perubahan dalam gayanya.
Dikenal juga kain batik yang mempunyai nama yang sama dengan kain batik dari Solo-Yogya seperti merak kesimpir, tambal, namun memiliki perbedaan dalam warna serta gaya ragam hias. Ragam hias yang terkenal dan merupakan khas Pekalongan adalah ragam hias Jlamprang yang mempunyai kemiripan dengan ragam hias nitik dari Solo-Yogya pada dasarnya ragam hias nitik merupakan akibat pengaruh ragam hias kain cinde ( patola ) dari India.
Disamping itu terdapat ragam hias terang bulan dan berbagai jenis Dhlorong hewan atau kembang. Didaerah Pekalongan ini kita temui pula batik dengan ragam hias tenunan palekat.
Beberapa nama orang terkena yang telah ikut menyumbang dalam perkembangan batik Pekalongan sebelum Perang Dunia II, baik dalam hias maupun warna, antara laindapat disebutkan : Ny. Barun Mohamad, Ny. Sastromuljono dan Ny. Fatima Sugeng.
Batik didaerah Pekalonagn banyak penggemarnya sehingga dipasarkan sampai keluar daerah seperti Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jambi dan Minahasa. Pedagang-pedagang batik dari daerah tersebut diatas, biasanya memesan batik sesuai dengan selera masing-masing sehingga batik pesenan ini mempunyai ciri khas tersendiri.
Keistimewaan daerah Pekalongan ini ialah, bahwa para pembatiknya selalu mengikuti perubahan zaman. Sebagai contoh misalnya sewaktu pendudukan Jepang mereka segera “menciptakan” batik jawa hokokai. Batik jawa hokokai adalah batik dengan ragam hias dan tata warna yang mirip ragam hias kimono Jepang. Pada umumnya kain jawa hokokai merupakan kain pagi sore. Hal ini mungkin dikarenakan waktu itu orang harus berhemat, karena pada sehelai kain orang mendapatkan dua macam ragam hias yang bersebelahan. Permukaan yang sebelah memiliki tata warna yang gelap untuk sore hari dan pada muka yang satu lagi berwarna terang atau muda untuk dipakai pada siang hari. Sedangkan sekitar tahun enam puluhan pembatik dari Pekalongan ini membuat batik rakyat dengan ragam hias yang diberi nama Trikora.
Didaerah Pekalongan dan sekitarnya – Pemalang -, kaliwungu, Batang – membatik boleh dikatakan mata pencaharian pokok bagi penduduknya. Salah satu dareha pantai utara Jawa, tempat orang Cina menurut sementara ahli sejarah pertama kali mendarat di Indonesia, adalah didaerah Lasem. Dari sini mereka menyebar ke Kudus, Demak dan seterusnya. Mereka menetap didaerah sini, Karen itu sampai sekarang masih kita jumpai rumah-rumah tua berpagar tembok yang tinggi dengan tata bangunan khas Cina.
Didaerah ini mereka berasimilasi memakai busana batik antara lain sarung, kain panjang dan celana. Dan kemudian banyak diantara mereka yang menjadi juragan Batik. secara garis besar dapat dibedakan dua jenis batik lasem, yaitu batik dengan selera Cina-Batik inilah yang oleh umum dinamakan Batik Lasem-dan batik dengan selera pribumi yang umumnya merupakan batik rakyat. Batik lasem yang berselera Cina, gayanya berbeda dengan batik Cina ( Lasem ) dari Pekalongan, terutama dalam tata warna yang mengingatkan pada tata warna benda-benda porselin ming, merah, biru, merah-biru, dan merah-biru-hijau diatas warna putihporselin. Batik dari daerah lasem ini juga disebut dengan istilah laseman. Pemberian nama sehelai batik lasem pada umumnya berdasarkan tata warna dan bukan menurut nama ragam hiasnya, karena itulah terdapat istilah-istilah :
·         Bangbangan : warna latar putih(ecru), ragam hias merah atau sebaliknya.
·         Kelengan : warna latar putih(ecru), ragam hias biru atau sebaliknya.
·         Bang biru : warna latar putih(ecru), ragam hias merah dan biru.
·         Bang biru ijo : warna latar putih(ecru), ragam hias merah biru dan hijau.
Tata warna ini merupakan khas batik Cina Lasem dan pada batik ini umumnya tidak terdapat warna sogan. Batik lasem terkenal akan merahnya (merah darah) dan didaerah ini tidak akan dijumpai warna – warna lain seperti ungu, rose, hijau muda dan lain lain seperti terdapat pada kain encim batik Pekalongan.
            Dahulu sering batik didaerah lain, warna merahnya dicelupkan di Lasem seperti misalnya batik Gendologiri dari Solo warna merahnya dicelupkan di Lasem. Demikian pula batik tiga negeri yang dahulunya adalah batik yang dicelup ditiga tempat, warna sogan di Solo, warna merah di Lasem, dan warna Biru di Pekalongan. Batik yang berselerakan pribumi dan merupakan batik dari rakyat adalah batik sogan dengan tatawarna merah, biru, dan hijau dibuat dibagian Kota lasem yang disebut kauman dan suditan. Mereka menanamkan batik sogan dengan sebutan kendoro kendiri. Masih ada satu didaerah Lasem yang mempunyai kekhasan dalam ragam hias, yaitu daerah baganan. Ragam hias dari daerah baganan ini teridiri hanya dari ragam hias yang mereka sebut Tutul. Sejumlah ragam hias dan warna batik lasem sepintas lalu mengingatkan kita pada batik dari daerah Indramayu, jambi, Cirebon, dan Madura. Menurut sejarah, pada zaman dahulu memang ada hubungan dagang yang ramai antara daerah-daerah tersebut. Jadi tidak mengeherankan bila terjadi saling mempengaruhi baik dalam ragam hias maupun warna yang sesuai dengan gaya, selera dan kegunaan dari masing-masing daerah. Batik lasem sangat digemari didaerah Sumatera Barat, Palembang, Jambi dan Sulawesi Utara. Itulah sebabnya banyak pesanan terhadap batik lasem dari daerah daerah ini dengan mengalami sedikit perubahan menurut selera dan keperluan daerah masing-masing, seperti misalnya selendang yang berukuran lebih besar dan daster untuk daerah Sumatera sebagaimana Lazim dipakai didaerah ini.
Ragam hias tradisional Solo-Yogya seperti sawat atau lar, kawung, parang dan sebagainya terlihat pula pada batik lasem. Baik pada batik masyarakat Cina maupun batik rakyat, meskipun tidak terlihat secara utuh. Umunya pada kain panjang lasem – terutama kain batik untuk konsumsi daerah Sumatera selalu terdapat tumpal dikedua ujung kainnya dan pada kedua sisi kain terdapat ragam hias pinggiran, biasanya tata warna tumpal berbeda sedemikian rupa, sehingga satu diapakai untuk malam ( tata warna gelap ) dan satu lagi dipakai untuk siang hari ( tata warna terang cerah ). Sering pula ragam hias kedua tumpal ini berbeda sama sekali. Semua dengan maksud, supaya si pemakai dapat menggunakan variasi yang berbeda dalam pemakaian sehelai kain Lasem. Tumpal atau kepala kain batik Lasem biasanya berbentuk pucuk rebung yang diisi berbagai ragam hias kebuadayaan Cina, seperti Banji, kilin, burung hong, kupu-kupu, dan sebgainya. Jarang yang bertumapal buket seperti halnya pada batik encim Pekalongan.
            Pembatikan  didaerah Lasem banyak yang dikerjakan penduduk sebagai pekerjaan sambilan disamping bertani. Namun batik yang halus dan tinggi mutu pembatikannya ditangani oleh juragan batik keturunan Cina dan dikerjakan oleh pembatik-pembatik terpilih. Biasanya pembatik-pembatik ini sudah merupakan pekerja tetap dari juragan batik bersangkutan.
  

Sabtu, 22 Januari 2011

KEBERADAAN MUSEUM BATIK DI KOTA PEKALONGAN

 
Pekalongan  adalah sebuah kota yang terletak di pesisir Pantai Utara (Pantura) Pulau Jawa yang mempunyai rentang kehidupan sebagaimana masyarakat pesisir yang kental dengan kegiatan niaga. Salah satu mata pencaharian masyarakat bukan hanya bertumpu pada sektor  perikanan, namun juga kerajinan. Diantaranya pembuatan kain batik. Bahkan batik merupakan sebagai salah satu  sumber penghidupan pokok sebagian besar masyarakat Pekalongan yang sudah mengakar  turun menurun antar generasi.
Keberadaan Museum Batik di Kota Pekalongan yang  berdiri tanggal 12 Juli 2006 tidak bisa dipisahkan dari jalan panjang proses pendiriannya.  Museum batik di Kota Pekalongan sebenarnya sudah cukup lama berdiri, yakni sejak tahun 1972. Pemrakarsa awal pendiriannya waktu itu masyarakat pembatikan di Pekalongan yang menginginkan agar ada sebuah museum sebagai penunjang kota, alasannya karena ragam corak sekaligus batik menjadi mata pencaharian masyarakat.
Gagasan pendirian museum batik sebagai wujud tanggung jawab  pemerintah kota Pekalongan dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat, memajukan seni budaya sekaligus mendukung tumbuhnya industri  usaha perbatikan.  Sedangkan fungsi museum sebagai jendela kebudayaan serta jendela ekonomi. Di samping sebagai data center  dan pusat kajian pustaka maupun koleksi.
Pilihan terhadap gedung museum batik tersebut dinilai sangat tepat , mengingat gedung itu menyimpan sejarah sebagai peniggalan VOC atau dikenal sebagai City Hall yang mempunyai usia yg cukup tua. Bahkan pada tahun 1906 telah digunakan sebagai kantor keuangan untuk mengontrol kegiatan tujuh pabrik gula di sepanjang Pantura Karesidenan Pekalongan pada masa pemerintahan VOC.


Jumat, 21 Januari 2011

TIMBULNYA POLA BUKETAN



Pada saat Batik Pekalongan memasuki pasar dengan konsumen orang-orang yang menggemari pola-pola buketan ( Belanda ), para pengusaha Tionghoa di Pekalongan mulai menerapkan ragam hias buketan bagi produknya sebagai salah satu pola Batik Cina yang mendapat pengaruh budaya Eropa ( Belanda ) setelah tahun 1910. Langkah para pengusaha Tionghoa yang terkenal jeli dalam membaca situasi pasar itu, memang cukup tepat. Penerapan ragam hias buketan itu mereka lakukan pada saat Batik Belanda yang berawal kurang lebih pada tahun 1840 dan dipelopori oleh Caroline Josephine Van Franquemont dan Catherina Carolina Van Oosterom, berada dalam puncak pemasarannya. Pada awalnya batik Belanda tidak menampilkan pola-pola buketan. Namun demikian, seiring   dengan adanya perkembangan polanya, maka batik Belanda pun menampilkan ragam hias buket – buket yang halus dan indah dengan warna-warna cerah serta serasi, bahkan sering dipadu dengan isen latar ragam hias tradisional keraton seperti galaran, gringsing, dan blanggreng yang dibatik sangat halus ( lebih halus dari batikan keraton ). Setelah bahan kimia masuk ke Jawa, maka batik Belanda yang semula hanya menampilkan dua warna itu, mulai menampilkan beragam warna sehingga tampak lebih indah dan halus.
            Pola buketan tersebut pertama kali diproduksi oleh Cristina Van Zuylen yaitu salah satu seorang pengusaha batik keturunan Belanda kelas menengah di Pekalongan. Pada tahun 1880, Cristina Van Zuylen telah mengubah tradisi yang semula sebagai karya anonym ( tanpa diketahui identitas pembuatnya ) dan bersifat missal, menjadi karya individual. Identitas nama Cristina van Zuylen dituliskan disudut bagian dalam kain bentuk tanda tangan yang berbunyi “T. van Zuylen” ( kependekan dari Tina Van Zuylen ) pada setiap karyanya. Batik buketan yang terkenal adalah karya Zuylen bersaudara yaitu Cristina Van Zuylen dan Lies van Zuylen. Batik tersebut sangat laku sehingga pengusaha-pengusaha menengah Tionghoa yang semula menerapkan pola-pola dengan ragam hias mitos Cina maupun keramik Cina, mulai membuat batik buketan setelah tahun 1910 sebagaimana diuraikan dimuka. Para pengusaha tersebut antara lain Lock Tjan dari Tegal, Oey-Soe-Tjoen dari Kedungwuni, dan Nyonya Tan-Ting-Hu yang mulai tahun 1925 telah memproduksi batik dengan format “pagi-sore”. Selain itu, dikampung Kwijan ( Tempat tinggal Kepala Daerah Pekalongan Tan-Kwi-Jan ) juga terdapat dua orang pengusaha batik buketan dari golongan Tionghoayang cukup terkenal yaitu Tjoa-Sing-Kwat dan Mook-Bing-Liat.
            Bangkitnya para pengusaha kelas menengah Tionghoa di Pekalongan untuk memproduksi batik dengan pola buketan ternyata mampu memberikan nilai tambah bagi karya seni batik dan tidak hanya menjadi barang dagangan semata. Selain jumlah produksinya yang meningkat, batik karya pengusaha Tionghoa tersebut juga memiliki nilai seni yang tinggi bahkan bisa disejajrkan dengan pelukis di Eropa ( Belanda ), terutama batik yang memiliki pola dan ragam hias mitos Cina. Namun demikian, batik yang diusahakan oleh pengusaha pribumi tetap tidak mengalami perubahan karena batik hanya dianggap sebagai kerajinan atau dagangan saja. Oleh karena itu, batik dibiarkan seperti adanya saja karena dipandangsebagai milik pasar. Hal itulah yang membedakan kedua golongan pengusaha yaitu Tionghoa dan pribumi dalam mengelola industry batik. adanya persaingan antara pengusaha Tionghoa dalam industri pembatikan telah membawa berbagai ketegangan, sehingga menimbulkan konflik yang sangat memprihatinkan.  

Kamis, 20 Januari 2011

Pengertian Batik



PENGERTIAN BATIK

Batik (atau kata Batik) berasal dari bahasa Jawa "amba" yang berarti menulis dan "nitik” yang berarti titik. Kata batik sendiri merujuk pada teknik pembuatan corak menggunakan canting atau cap dan pencelupan kain dengan menggunakan bahan perintang warna corak "malam" (wax) yang diaplikasikan di atas kain, sehingga menahan masuknya bahan pewarna.

Menurut konsensus Nasional 12 Maret 1996, Batik adalah karya seni rupa pada kain dengan pewarnaan rintang yang menggunakan lilin sebagai perintang warna (wax resist technique).

SEJARAH BATIK DI INDONESIA
Dari beberapa peninggalan sejarah seperti relief candi, pakaian para raja dan bangsawan pada zaman dulu yang ada di Indonesia, diperkirakan batik telah ada dan berkembang di Indonesia sekitar tahun 400 an Masehi. Awalnya batik hanya dibuat dan dipakai oleh raja-raja dan keluarganya di lingkungan kraton. Beberapa diantaranya dijadikan pakaian upacara yang penuh dengan kesakralan.

Dalam perjalanannya, secara perlahan batik dapat keluar dari lingkungan kraton dan mulai dibuat dan dikemabangkan oleh masyarakat sekitar kraton, secara terbatas sesuai dengan kebutuhannya. Lama kelamaan batk tidak hanya dibuat di sekitar keraton untuk kebutuhan sendiri, tetapi telah menyebar dan dijadikan komoditi dagang yang bermuara pada meningkatkan perekonomian keluarga hingga sekarang. Batik yang tadinya berpusat di Keraton seperti Yogyakarta dan Surakarta berkembang ke daerah lain seperti Pekalongan, Cirebon, Tasikmalaya, Demak, Kudus, Tegal, Wonogiri, Karanganyar, Indramayu, Madura, Ciamis, Garut, Banyumas, Lasem, Sidoarjo.


Faktor-faktor yang mempengaruhi ragam hias dan tata warna batik

Setiap daerah pembatikan mempunyai keunikan dan ciri khas masing-masing, baik dalam ragam hias maupun tata warnanya. Faktor-faktor yang mempengaruhi ragam hias dan tata warna batik adalah :

  1. Letak geografis
Penghasil batik dari daerah pesisir berlainan dengan batik pedalaman. Daerah pesisir banyak dipengaruhi dari luar karena pedagang-pedagang luar negeri seringkali singgah untuk berdagang. Daerah kraton banyak dipengaruhi oleh kebudayaan dan kepercayaan yang telah ada.

  1. Sifat dan tata kehidupan daerah yang bersangkutan
Masyarakat pesisir tiap hari yang dipandang hanya birunya laut atau hijaunya daun maka bosan dengan warna tersebut, da lebih tertarik dengan warna yang beranekaragam. Masyarakat pedalaman/kraton bosan dengan warna-warni. Di taman sudah banyak bunga beraneka ragam, warna-warna kontras dirasakan kasar (kurang mriyayeni/anggun).

  1. Kepercayaan dan adat istiadat yang ada di daerah yang bersangkutan
Di sini tampak bila pengaruh Hindu Jawa yang kuat maka ragam hias motifnya banyak digambarkan dengan lambang-lambang simbolis. Misalnya : semen, lar, dll. Bila pengaruh agama islam yang kuat maka ragam hiasnya tulisan Arab / kaligrafi.

  1. Keadaan alam sekitarnya termasuk flora dan fauna
Di daerah pesisir ragam hiasnya banyak menggambarkan : ikan, air, udang dan tumbuh-tumbuhan secara naturalis. Di daerah kraton ragam hiasnya banyak menggambarkan : gunung, kupu-kupu, burung, tumbuh-tumbuhan secara simbolis.

  1. Adanya kontak atau hubungan antar daerah pembatikan
Dengan adanya kontak atau hubungan daerah pembatikan menimbulkan ragam hias baru (saling mempengaruhi).
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                    
ALAT-ALAT BATIK
  1. Canting Tulis
Canting tulis dibuat dari plat tembaga, bentuk seperti kepala burung, dan bekerjanya alat ini berprinsip pada “bejana” berhubungan.”
Canting untuk membatik secara tulis tangan ini terdiri dari badan, berbentuk seperti cerek, cucuk berupa saluran dan tangkai dari bambu atau glagah.
Fungsi : alat untuk menorehkan malam pada proses batik tulis
Jenis-jenis Canting :
-          Canting cecekan, untuk membuat titik.
-          Canting tembokan, untuk membatik bidang yang luas.
-          Canting ceretan, untuk membatik garis yang sejajar (punya beberapa lubang di ujung leher).
-          Canting Ploporan, untuk membatik.

  1. Gawangan (Jagrag)
Gawangan terbuat dari bambu atau kayu yang fungsinya untuk meletakan (sampiran) mori/kain yang akan batik.

  1. Wajan
Wajan terbuat dari besi baja cor yang digunakan untuk tempat melelehkan malam pada proses batik tulis.

  1. Anglo & Kipas  atau Kompor
Anglo terbuat dari tanah liat yang dibakar yang berfungsi untuk memanaskan wajan yang berisi malam. Untuk membuat bara api tetap menyala diberi kipas. Proses batik sekarang lebih sering memakai kompor karena hemat tenaga dan lebih praktis.

  1. Dingklik
Dingklik terbuat dari kayu atau bambu ataupun dari plastic, digunakan untuk tempat duduk pembatik. Tempat duduk pembatik tidak harus dengan dingklik tapi juga bisa duduk di kursi biasa.

  1. Canting Cap
Alat cap atau disebut pula canting cap, adalah berbentuk “stempel” yang dibuat dari plat tembaga.

  1. Ender
Fungsi ender sama dengan wajan. Ender terbuat dari tembaga yang fungsi untuk melelehkan malam pada proses batik cap.

  1. Meja Cap
Meja cap digunakan sebagai alas kain pada saat proses pengecapan.

  1. Klerekan, glogor
Digunakan untuk pewarnaan proses celup. Klerekan berpasangan dengan glogor yang fungsinya untuk menahan kain pada saat diklerek. Glogor terbuat dari kayu dan berat, klerekan terbuat dari kayu.

  1. Kenjeng / Jedi
Kenjeng / jedi terbuat dari tembaga yang berbentuk seperti tabung didigunakan untuk merebus air pada proses menghilangkan malam (nglorod)


MALAM / LILIN BATIK

Lilin batik sebagai perintang warna dalam proses pembatikan merupakan campuran dari beberapa macam komponen lilin seperti :

1.     Gondorukem
2.     Damar /Mata Kucing
3.     Parafin
4.     Microwax
5.     Lilin Tawon
6.     Lemak Binatang /Kendal
7.     Minyak Kelapa
8.     Malam sisa proses

Komposisi pemakain bahan di atas untuk membuat malam disesuaikan dengan tujuan penggunaan malam. Misalnya : malam untuk sutera harus mempunyai titik leleh lebih rendah dari malam katun.


Macam-macam malam :
1.     Malam Tulis
2.     Malam Cap
3.     Malam Popok / Malam Tembokan

Syarat lilin batik yang baik :
1.     Mudah untuk dilekatkan dan mudah untuk dilepas kembali
2.     Tolak terhadap air
3.     Tidak meninggalkan noda terhadap kain


ZAT WARNA

Pewarna yang digunakan dalam proses batik digolongkan menjadi 2 yaitu :
1.     Pewarna Alam : diperoleh dari tumbuh-tumbuhan, karena setiap bagian dari tumbuhan memiliki pigmen alami.  Contoh pewarna alam : kayu tegeran, akar mengkudu, daun mangga, kulit buah manggis, kulit kayu tingi, dll.
2.     Pewarna Sintetis : dari bahan kimia, seperti : indigosol, naptol, procion, rapit.


TEKNIK MEMBUAT BATIK
Teknik membuat batik meliputi 3 macam pekerjaan utama, yaitu:  
1.    Pelekatan lilin batik pada kain untuk membuat motif batik yang dikehendaki. Pelekatan lilin batik ini ada beberapa cara, dengan ditulis dengan canting tulis, dengan dicapkan dengan canting cap atau dilukiskan dengan kuas atau jegul.
Fungsi dari lilin batik ini ialah untuk resist (menolak) terhadap warna yang diberikan pada kain pada pengerjaan berikutnya.

Batik Tulis :
Pembuatan batik tulis perekatan malamnya dilakukan dengan canting tulis. Untuk memperlancar keluarnya malam maka cucuk canting perlu dihembus. Prinsip penulisan dengan canting pada kain dalam membuat motif adalah dari bawah ke atas dengan posisi cucuk condong ke atas.
Dalam pembuatan batik tulis biasanya kain yang akan dibatik disungging / digambar terlebih dahulu. Nyungging adalah membuat gambar untuk pembuatan batik tulis. Pada awalnya desain gambar batik digambar di kertas kemudian dipindahkan / dijaplak ke kain.

Batik Cap :
Pembuatan batik cap pelekatan malamnya menggunakan canting cap, yang dimaksudkan untuk mendapatkan pola dasar sesuai dengan motif yang terdapat pada cap. Menggunakan canting cap pada prinsipnya seperti menggunakan stempel.

2.    Pewarnaan batik, pekerjaan pewarnaan ini dapat berupa mencelup, dapat secara   coletan atau lukisan (painting). Pewarnaan dilakukan secara dingin (tanpa pemanasan) dan zat warna yang dipakai tidak hilang warnanya pada saat pengerjaan menghilangkan lilin atau tahan terhadap tutupan lilin.

3.     Menghilanglan lilin, yaitu menghilangkan lilin batik yang telah melakat pada permukaan kain.  Penghilangan lilin batik dilakukan dengan metode pemanasan pada air mendidih.